Pages

Refleksi 20 hari petualangan

chaos.... kumpulan huruf yang kemudian menjadi sebuah kata ini aku torehkan pertama kali ketika pesawat akan mendarat di negeri seberang. Mungkin berlebihan, akan tetapi saya tidak tahu menyebutkan kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan saya pada saat itu.
 
Kami (saya, istri, dan anak anak) sebentar lagi mendarat, dan akan memulai babak baru, sebuah pembelajaran baru dalam universitas kehidupan. Adalah sebuah keputusan yang sangat berani dan revolusional menurut saya sebagai orang yang moderat dalam bercengkrama di zona nyaman. Ya, keputusan untuk melakukan homeschooling untuk anak anak kami adalah sebuah langkah yang tidak akan dilupakan seumur hidup. Ini adalah merupakan keputusan hasil dari pemikiran yang melewati sebuah proses waktu yang lumayan lama.
 
Di taxi, yang membawa kami dari airport ke rumah baru, saya membayangkan akan sangat repotnya sang ibu dalam mendidik keempat anaknya, sementara saya bekerja di siangnya. Begitu banyak pertanyaan, seperti,"Bagaimana mengatur belajar ke tiga anak sementara anak yang keempat mau menyusui?", "terus kapan waktu beberes rumah?", "terus gimana kalo pas lagi menerangkan pelajaran ke satu anak, anak yang lain bertanya pula minta dijelaskan sesuatu?", "terus, kalo anak anaknya pada bosen belajar gimana?", "gimana caranya menumbuhkan kecintaan pada ilmu pada anak?", "terus bagaimana caranya memotivasi agar anak mampu belajar secara mandiri?", dan seribu pertanyaan lain yang ada di hati.. Perasaan yang sangat kontras ketika saya melirik anak anak dengan cerianya berceloteh mengungkapkan kesannya melihat sesuatu yang baru.
 
Sesampainya dirumah, setelah melepas lelah, maka kami membuat strategi, saya tanamkan bahwa kita semua member keluarga yang harus bantu membantu. Kami buat jadwal piket yang anak2 senang melakukannya. Kami buat jadwal belajar harian beserta aktifitas produktif lainnya. Dan seterusnya, dan seterusnya..... Ah, begitu banyak yang dikerjakan, sampai saya gak ingat lagi detailnya.....
 
Sekarang, sudah 20 harian berlalu.... Alhamdulillah berkat hidayah taufiq dari Allah, ketika kami menjalani dengan sepenuh hati, gambaran yang ada dibenak saya sebelumnya tidak terjadi.. Semoga begitu seterusnya....
 
 
Abu Afra
Menara Udaid, ketika dingin menyapa
29-11-2012

Menumbuhkan motivasi pada anak

Satu kata yang sering kali saya dengar dari public speaker, terutama sewaktu masih aktif di komunitas wirausaha, adalah motivasi. Semakin banyak orang yang membutuhkannya, sehingga hal ini membuka profesi baru, yaitu motivator. Banyak di Indonesia yang bergelar great motivator, great inspirator, dan gelar gelar lainnya. Sebenarnya sebagai orang tua, saya juga harus menjadi inspirator dan motivator bagi anak anak.
Saya sedang dalam tahap belajar, sekaligus mempraktekkan apa yang dipelajari. Agar best practice ini tidak mudah lupa di dalam benak saya, maka seperti biasa, akan saya tuliskan disini. Akan tetapi sebelum mengupas tentang best practice dalam memberi motivasi ke anak, saya jelaskan dulu motivasi itu.
Saya bukan seorang psikolog, jadi yang saya pahami dengan sederhana, motivasi itu adalah energi yang mendorong tingkah laku seseorang. Datangnya energi  itu bisa dari internal (diri sendiri) atau bisa dari eksternal (dari orang tua, teman, suami, seorang motivator, kejadian, dan lain lain). Menurut para ahli, yang paling bagus dan bertahan lama adalah motivasi dari dalam diri sendiri.
Cara simple menurut saya agar anak termotivasi adalah dengan melakukan tiga cara di bawah (notes: tentunya tidak dibatasi dengan 3 cara ini):
1.       Informasikan tujuan dengan sejelas jelasnya.
Misalnya memberikan informasi dengan detail mengenai tujuan dari belajar dan menghapal Alqur’an.  Mulai dari tujuan yang bersifat general, seperti agar dapat membaca Alqur’an, mendapatkan pahala, dapat mengajarkan orang lain seperti adik dan teman temannya, dan seterusnya.
2.       Memberikan ganjaran.
Mengenai ganjaran ini, ada yang bersifat tangible dan intangible.  Untuk anak anak, menurut para ahli, boleh memberikan ganjaran bersifat tangible. Akan tetapi tetap dilatih untuk memberikan ganjaran yang bersifat tangible secara perlahan. Misalnya: jika hapal juz 30, akan dibelikan sepeda. Secara bertahap tanamkan ganjaran yang bersifat intangible dan abadi, seperti akan masuk surga dengan tingkatan sampai ayat terakhir yang di baca, akan mendapat pahala, dan seterusnya.
3.       Memberikan kesempatan untuk sukses.
Adakalanya setelah mencoba sesuatu, sang anak tidak langsung mendapat hasil yang dia harapkan. Pada tahap ini, janganlah langsung mencap anak sebagai “si gagal”. Berikan kesempatan kepadanya. Tanamkan dibenaknya bahwa banyak jalan menuju sukses, coba cari cara lain, dorong terus agar tidak diam ditempat. Mungkin saja si anak terlihat murung, dengar “curhat” dia, bersikaplah empati. Setelah itu kita bisa mengembangkan kepercayaan dirinya melalui kisah kisah para sahabat nabi dahulu yang sukses.
Tiga cara di atas, tidak akan lengkap, jika kita tidak berdoa untuk kebaikan anak.  OK, setelah mengetahui ilmunya, saya ajak diri saya sendiri dan anda untuk menerapkan tiga hal di atas. Semoga kita bisa mengaplikasikan ilmu ini dikeseharian.

Teruntuk sahabat fillah

Akan selalu ada dua kondisi yang akan kita alami

Ada taat,, ada maksiat..
Ada senang, ada susah
Ada hidup, ada mati..
Ada tawa, ada tangis..
Ada jatuh, ada bangun..
Ada bahagia, ada duka..

Begitu juga ada pertemuan, ada perpisahan..

Walaupun raga terpisah, semoga jiwa bertemu..

Bertemu dalam rangka mencari kebahagiaan hakiki... Di surga nanti..

Selamat berjuang wahai sanak.. Insya Allah kitakan bertemu kembali..

Jika tidak didunia ini, semoga bersua di kampung akhirat yang abadi..

Di surga bersama bidadari.........

Bogor,
Kala hujan membasahi bumi..
Sedang menunggu waktu keberangkatan ke negeri seberang
 

Bagaimana berinteraksi dengan Al Quran agar meraih kesuksesan hidup

Saya sedang muroja’ah buku yang buku aslinya berjudul Mafaatihu tadabbur Al Qur’an wa annajakh fii al hayah, yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia The mystery of the quran secret power.

Salah satu yang dibahas adalah tujuan membaca Al quran, yang saya summary yaitu untuk memperoleh ilmu, untuk mengamalkannya, untuk bermunajat kepada Allah, untuk mengharap pahala, untuk berobat dengannya. 

Ada salah satu bahasan yang membuat saya terkesan dan tersentak, seolah olah saya baru mendengarnya. Untuk menguatkan bahasan ini ke dalam hati, maka saya tulis ulang ke blog ini. Adapun kupasannya adalah sebagai berikut:

Hendaknya anda membaca Quran seperti halnya seorang siswa yang membaca buku pelajarannya di malam waktu ujian. Yakni bacaannya orang yang berkonsentrasi penuh dan bersiap siap untuk diuji habis habisan. Kita semua dalam kehidupan ini sedang diuji melalui Alquran. Diantara kita ada yang giat dan sungguh sungguh dan selalu mengulang ulang kitab tersebut sehingga jawabannya akan selalu tepat dan mantap.

Hendaklah anda membaca Quran seperti seorang pegawai kantor yang sedang membaca daftar peraturan yang mengatur pekerjaannya. Dan hendaklah anda tentukan jawaban setiap transaksi yang membutuhkan koreksi ulang setiap hari. Sudah menjadi ketentuan bahwa seorang pegawai kantor yang sukses adalah yang menghapal daftar tersebut dan memahaminya dengan pemahaman yang begitu cermat dan menyeluruh. Dengan hal ini, maka ia akan tergolong orang yang berprestasi di kantor.

Sesungguhnya Al quran adalah peraturan yang wajib dijadikan referensi dalam setiap situasi dan kondisi kehidupan kita. Oleh karenanya, bagi seorang yang menghendaki kesuksesan hidup, maka hendaklah ia menghapal dan memahami nash nash Al quran, untuk mendapatkan jawaban yang otomatis, cepat dan benar dalam setiap kondisi kehidupan yang ia lewati.