Ada kisah yang menarik untuk kita kontemplasikan, sebutlah namanya Ahmad. Segala puji bagi Allah yang telah memelihara dia dari tindak kejelekan dimulai dari akil baligh sampai dengan usianya yang sekarang.
Dimulai dari masa ABG, dimana teman-teman sekelilingnya banyak yang mencoba sesuatu yang baru, sampai-sampai mencoba hal yang dilarang oleh Allah, dia tetap memegang teguh prinsip yang dia anut yang didapat dari madrasah rumahnya sedari kecil melalui kedua orang tua.
Teman-teman peernya di sekolah sangat bebas dalam bergaul dengan lawan jenis, mulai dari sekedar berpegangan tangan sampai berbuat yang hanya dihalalkan bagi suami istri. Banyak temannya yang mencemooh si Ahmad orang yang "nggak gaul", "nggak ngetrend" dan istilah-istilah yang memvonis bahwa si Ahmad itu orang yang asing atau aneh di lingkungkannya.
Lain lagi dengan rekan-rekan di rumahnya, rokok bukan lagi hal yang tabu bagi anak seusianya. Bahkan yang membuat kita mengurut dada, barang-barang haram seperti ganja, pil koplo, putaw, dan narkoba lainnya menjadi konsumsi keseharian mereka. Si Ahmadpun di vonis "anak pengecut", "anak mami", dan istilah lainnya yang membuat Ahmad diasingkan dari lingkungan mereka.
Ada lagi kisah diwaktu Ahmad kuliah di perguruan tinggi terkenal di Pulau Jawa. Si Ahmad "agak" diasingkan dari pergaulan rekan dikampusnya. Apa pasal? Hanya karena tidak memberikan contekan pada saat ujian tengah semester kepada rekan sebelahnya.
Ahmad menganggap itu adalah perbuatan tidak jujur dan profesional. Akan tetapi sikap Ahmad ini dianggap aneh oleh mahasiswa lainnya.
Begitulah kisah si Ahmad yang dianggap aneh dan asing oleh sekelilingnya hanya karena menjalankan prinsip-prinsip yang dia pegang teguh.
Rasulullah sang suri tauladan kita telah bersabda, "Islam itu pada mulanya asing/aneh dan nantinya akan kembali dianggap asing, maka beruntunglah orang yang dianggap asing". Nabi Muhammad berbicara bukan dengan hawa nafsunya, tetapi beliau bersabda berdasarkan wahyu dari Rabbnya. Sesuai dengan surat An-Najm:3-4 (53:3-4).
3. dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.
4. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).
Suri tauladan kita dengan sabdanya menyebutkan bahwa orang-orang seperti si Ahmad ini adalah orang yang beruntung. Sekarang pertanyaannya apakah kita sekarang seperti si Ahmad yang terasing dilingkungannya ataukah kita termasuk orang yang lebur bersama kebanyakan orang? Hanya kita sendirilah yang mengetahui jawabannya.
by:
Abu Afra
Rabi'ul Awwal 1426 / Mei 2005
0 comments:
Post a Comment