Pages

Menggunakan konsep Officeless (sebuah perjalanan bisnis)


Siapa bilang kalau kita mau buka usaha harus punya modal (baca: duit) yang sangat banyak untuk kantor, gudang, showroom, dan lain sebagainya. Sebenarnya saya termasuk tipe orang yang percaya dengan hal itu, akan tetapi setelah mengikuti perjalanan di komunitas TDA saya semakin tahu bahwa bisnis itu mudah dan murah, tergantung bagaimana kita menyikapinya.

Pokoknya, kalau sudah punya dream yang kuat, selanjutnya belajar kepada yang sudah berpengalaman di bidang strateginya. Jikalau langkah inipun sudah terlewati, kita bisa langsung Action. Banyak strategi dan ilmu jalanan (street smart) yang bisa kita pelajari di dunia maya, silakan blogwalking di blognya member TDA (lihat blogroll di samping). Insya Allah banyak inspirasi yang memotivasi di dalam goresan catatan perjalanan action mereka. Kita bisa memodifikasinya, karena setiap kita adalah unik, strategi si fulan belum tentu bisa diterapkan pada bisnis kita.

Kembali pada konsep officeless, kami (www.muslimahactivewear.com) juga menerapkan konsep officeless. Sebab apa? Memang kami belum punya kantor. Akan tetapi kami tetap mempunyai dream suatu saat nanti akan punya ruko, kios, atau apalah namanya untuk digunakan sebagai tempat produksi, lalu ada tempat display barang (show room) di lokasi strategis, dan ada head office-nya (tempat para marketer, financer, dan kawan-kawannya bekerja). Namanya juga dream, gratis pula. Makanya tidak masalah menurut saya. Tapi harap dibedakan antara cita-cita (dream) dengan panjang angan-angan, karena perbedaannya tipis sekali, dan kita dilarang untuk memanjangkan angan-angan.

Tempat produksi kami adalah garasi. Warehouse (istilah kerennya tempat nyimpan stok) kami adalah cukup lemari yang terpaksa dimultifungsikan. Barang yang sudah jadi dan siap dikirim, tempatnya di kursi kelurga. Bagaimana dengan display barang? Cukup di blog gratisan, flickr, dan seterusnya. Saya akui, memang kalau yang gratisan kelihatannya kurang bonafide bagi usaha kita. Akan tetapi saya tidak ambil pusing, pokoknya jalan aja terus, yang penting kami terus dan terus memperbaiki dan terus menyempurnakan kualitas barang yang kami produksi. Sehingga kedepannya saya bisa hosting yang berbayar, punya web e-commerce, system pembayaran online, kantor, workshop, showroom, dan seterusnya… dan seterusnya….




Tempat stok barang




Barang siap dikirim, untuk sementara diletakkan dikursi

Ini adalah perjalanan, dan saya menikmati perjalanan ini walaupun sampai detik ini belum menghasilkan berdigit-digit net profit. Yang saya punya adalah keyakinan, yah walaupun generasi pertama belum menghasilkan, setidaknya generasi penerus (ke dua, ke tiga, dan seterusnya) bisa menikmati hasil dari perjalanan ini.

Terakhir, untuk direktur operasional sekaligus istri tercinta, istiqamahlah di jalan ini, walaupun jalan ini berliku dan banyak duri melintang, bahkan kanan kiri jurang sekalipun. Disamping mendidik generasi penerus kita agar punya life skill agar sukses dunia akhirat, tetaplah berjalan walaupun belum bisa berlari. Insya Allah disuatu saat nanti, kita akan bisa menuai hasil apa yang kita tanam dan rawat ini.

Ikut Abiiii… (salah satu motivasi untuk TDA)

Kebiasaan ratu kecil saya akhir-akhir ini adalah ikut Abi-nya berangkat ke kantor. Entah mengapa setiap pagi, ketika bangun dan melihat saya bersiap-siap untuk pergi ke kantor, ratu kecil saya berteriak,” Afra mau ikut Abiiiii !!!..............” Mungkin karena kesempatan berinteraksi yang kurang dengan bapaknya, makanya setiap pagi ratuku mengajak ummi-nya untuk mengantarkan Abi-nya berangkat untuk menjalani rutinitas 5 harian dalam seminggu, yaitu kehidupan 8 to 5 (dengan catatan kalau tidak lembur).


Dengan senang hati ratu-ratuku mengantar di pagi yang segar serta dingin, sambil melihat bebek “mandi pagi”, kebun singkong yang siap dipanen, kali kecil di bawah jembatan yang kami lewati. Matahari yang masih malu-malu menampakkan dirinya juga menjadi saksi bahwa ratuku dengan gembira berlari-lari kecil menyertai bapaknya yang ingin naik kendaraan umum menuju tempat mencari nafkah ke tempat yang terkenal dengan kemacetannya, apalagi kalau bukan kota Jakarta.


Dalam hati saya berbisik, “nak, kita tunda dulu ya kesenangan untuk bercengkrama… sekarang abi jadi amphibi, tapi Insya Allah akan segera menjadi entrepreneur”. Sambil berbisik di dalam hati, sayapun senyum simpul melihat tingkah polah anak-anak yang lucu-lucu. Mungkin rekan bertanya,”lho apa hubungannya bercengkrama dengan keluarga dengan entrepreneur?”. Sebelum menjawab, saya akan tuliskan definisi entrepreneur menurut salah satu business coach (Action International), entrepreneur is business that runs without us (definisi secara garis besar, silakan ikut seminarnya jikalau ingin tahu detail). Menurut pemahaman saya yang masih dalam tahap belajar ini, kalau bisnis kita sudah berjalan dan menghasilkan profit yang bagus dan berjalan tanpa kehadiran kita, itulah tahap dimana kita sudah menjadi entrepreneur sejati. Nah dengan definisi di atas, sudah bisa menarik hubungan antara bercengkrama bersama keluarga dengan entrepreneur khan??


Kembali ke laptop, akhirnya setelah puas berjalan bersama, saya menyalami ratu-ratu kecilku, dan salaman sama ratu yang besar tentunya. Tiba-tiba ada niat untuk mengingatkan peristiwa ini dengan memoto mereka. Saya ambil HP, berbalik, lalu terdengar bunyi “jepret”. Mudah-mudahan dengan melihat gambar ini, bertambah lagi semangat untuk full TDA.


Ini dia foto Ratu-ratu ku, tepatnya di sebuah jalanan di kota Bogor...



Pengusaha harus sehat

Berikut tulisan dari blogku yang lain:
Moral of the story adalah: seorang pengusaha harus sehat agar dapat memaksimalkan potensi yang ada didirinya untuk menghasilkan hal-hal positif.
Inilah kisahnya:
Thibbun Nabawi alias pengobatan cara nabi saat ini sedang saya lakukan. Saya menerapkan setetes air ilmu kesehatan Rasul dari samudra ilmu pengobatan yang diajarkan Nabi Muhammad (peace be upon him). Ceritanya begini:

Minggu kemarin, saya dilanda flu berat. Hidung terasa sesak diisi cairan yang pekat memenuhi ruang mulai dari hidung sampai tenggorokan. Batuk-batuk adalah aktifitas yang tak kalah gencarnya disamping berdenyutnya kepala di berbagai sisi. Lengkaplah penderitaan.

Oleh karena membaca literature mengenai thibbun Nabawi dari berbagai sumber, yang menyebutkan khasiat habbatus sauda ( jintan hitam nama Indonesianya, Nigella Sativa nama latinnya, black seed nama Inggrisnya ), minyak zaitun, buah kurma, air zam zam, madu ( menurut literature yang saya baca, yang paling bagus adalah madu Yaman, karena rumah lebahnya di pohon sidr atau bidara) maka saya mencoba untuk mengobati sakit ini.
Ini adalah eksperimen saya, saya sekedar dokumentasikan agar ingat dilain hari, bukan untuk dicoba atau ditiru oleh pembaca. Soalnya kalau terjadi efek samping, pembaca complain-nya ke saya, untuk menghindari hal itu karena saya juga bukan dokter ahli, maka hal ini cukup untuk saya pribadi. Bukan begitu sobat?

Pertama-tama sediakan air panas, taruh di wadah (semisal panci, dan lain-lain). Ingat, air harus panas, agar uapnya bisa hirup dengan waktu yang lama. Terus, cari posisi enak (kalau saya sih taruh panci di atas meja, lalu saya duduk menunduk dengan kepala mendekati panci sekitar beberapa cm). Setelah ketemu, taruh sarung atau handuk di atas kepala kita agar asap tidak lari kemana-mana, jadi kita dengan leluasa menghirup uap air yang keluar. Oh ya, ada hal penting yang lupa, sebelumnya taburkan beberapa tetes habbatus sauda (habbatus sauda oil) dan beberapa tetes minyak zaitun. Mmmhhhh, aroma keras nigella dicampur dengan wangi zaitun terasa sekali ketika ketika menghisap dalam-dalam uap tersebut (inhalasi). Lakukan hal tersebut sampai air dingin (tidak ada uap lagi).

Dengan izin dan pertolongan Allah, keesokan harinya badan agak enakan, walaupun suara masih serak serak basah. Paginya, saya sarapan kurma ajwa 3 butir, lalu minum susu. Terus minum madu Kashmir (madu yamannya lagi habis, belum ketemu yang lebih murah… hehehe). Selanjutnya melakukan rutinitas sehari-hari mencari sesuap nasi dan segenggam emas.
Voila!! Besoknya suara saya back to normal, dan lendir-lendir yang menggelitik hidung dan tenggorokan sudah lenyap. Walaupun masih batuk-batuk sedikit sih… Alhamdulillah, karena tidak berlanjut ke sakit yang serius yang membuat saya harus istirahat dirumah berhari-hari.

Keluar dari rutinitas sebagai latihan mental untuk menuju TDA

Beberapa hari setelah masuk kantor, saya memutuskan cuti kembali. Setelah tenang karena libur lebaran yang demikian panjang, saya kembali berjibaku dengan rutinitas kemacetan yang semakin menjadi, pekerjaan yang itu-itu saja, dan lain sebagainya. Oleh karena itu dipandang perlu untuk keluar dari “rat race” itu. Untuk itulah saya memutuskan untuk cuti kembali (maklum masih pegawai).

Menurut saya untuk menjadi wirausahawan, perlu dibentuk dan dibina mental sebagai entrepreneur sejati dari sekarang juga walaupun status kita masih TDB alias karyawan. Oleh karena itulah saya melatih dan membiasakan diri saya untuk bersikap sebagai orang yang punya kebebasan waktu dan kebebasan financial.

Contoh pertama: ketika anak saya sakit, saya merogoh kocek sendiri untuk pembiayaan rumah sakitnya walaupun ada fasilitas kesehatan dari kantor. Disamping pengurusan reimbursement yang berbelit-belit karena bukan dirawat di rumah sakit rujukan kantor, mengapa saya tidak berobat ke sana, tidak lain tidak bukan karena lokasi yang jauh dari rumah. Sebagaimana orang tua pada umumnya yang ingin segera mengobati penyakit dan mencari rumah sakit terdekat, maka saya memutuskan untuk berobat kesana, tapi beribu kali sayang rumah sakit tersebut bukan rujukan, makanya saya harus membayar biaya tersebut sendiri.

Sebenarnya mau sih untuk reimburse biaya ke kantor, tapi dengan pengalaman yang sudah dua kali, yang dicoretlah obatnya, dikurangi-lah biaya dokter spesialisnya, akhirnya dengan pasrah saya hanya dapat penggantian kurang dari setengahnya. Saya mencoba bersyukur, “Alhamdulillah dapat pengganti walaupun kurang dari setengah” walaupun di dalam hati ngedumel tak karuan.

Oleh karena sebagai wirausahawan, kita harus membayar sendiri biaya pengobatan, jadi saya memutuskan belajar untuk membiayai sendiri pengobatan tersebut. Hikmah yang bisa diambil dari kejadian ini adalah, kami sekeluarga lebih concern dengan kesehatan dengan mengkonsumsi apa yang disunnahkan Nabi, seperti habatussauda, madu, zaitun, kurma, dan lain-lain sehingga kesehatan kami sekeluarga meningkat dengan izin Allah.

Contoh yang kedua: membiasakan untuk mengisi waktu seperti wirausahawan lainnya yang mempunyai kebebasan waktu. Ada yang pesiar, ada yang berkebun, ada yang beternak, ada yang menyalurkan hobi melukis, olahraga dan lainnya. Yang saya pilih adalah berkebun, ya… saya punya hobi baru “bercocok tanam”. Siapa tahu dari hobi ini bisa berkembang ke agro bisnis. Alhamdulillah, kami dikaruniai halaman yang luas di depan, tengah, dan belakang rumah, jadi saya berdayakan halaman itu untuk menanam pohon mangga (sedang berbuah), pisang (sudah merasakan buahnya), pepaya (sudah berbuah), singkong (kalo yang ini malah sudah dua kali menikmatinya), tanaman anti nyamuk (zodia), euphorbia, adenium, dan banyak lagi tanaman. Duh, nikmatnya melihat dan menuai apa yang sudah kita tanam dan lebih nikmat lagi memberikan kepada orang yang lain apa yang sudah kita punya.



Euphorbia yang sedang berbunga.



Yang dulunya takut kotor, sekarang sudah terbiasa main dengan cacing tanah.

Pohon pisang yang baru tumbuh lagi.


Pohon singkong yang baru tumbuh setelah dipanen.


Dulunya pohon singkong karet, sekarang sudah ditanam pohon mangga yang sudah berbuah.

Hikmah yang dapat diambil dari kejadian ini: saya punya variasi dalam ritme kehidupan ini, tidak hanya sekedar “rat race” (yang sudah baca bukunya Kiyosaki pasti tahu istilah rat race ini). Yang penting melatih mental untuk mengerjakan sesuatu yang berarti untuk mengisi waktu agar jika suatu saat nanti mempunyai kebebasan waktu karena sudah berada di quadran investor, tidak kaget (cultural shock).

Wassalam,


Irwin JZ



Notes:


TDA (tangan di atas) : adalah entrepreneur, istilah ini dikenalkan oleh komunitas Tangan Di Atas, yang dikomandani oleh Roni Yuzirman.