Pages

Gagal? Why not?

Banyak email JAPRI dan YM yang datang setelah membaca blog saya atau status saya di facebook dan twitter. Banyak yang bilang, "wah sekarang sudah sukses ya?" atau "duh, tambah sukses aja nih" sampai ada yang bijak menasehati,"antara pamer,riya', dan sharing itu beda beda tipis lho... luruskan niat". Di dalam hati yang paling dalam, saya senang sekali, berarti ada yang memperhatikan dan menasehati saya. Memang di blog ini saya sengaja sharing perjalanan bisnis saya, terus terang saya tidak ceritakan kegagalan (baca: belum berhasil atau ongkos belajar) saya. Hal ini saya tujukan agar jika sedang futur (baca: mengalami kemalasan untuk action), saya baca saja blog ini sehingga muncullah energi positif yang bisa menggerakkan "master of gland" saya sehingga dia dapat "menyuruh" tubuh saya segera bertindak dan berbuat agar dapat mendekatkan saya dengan visi yang saya inginkan.

Wahai teman, terus terang saya belum sesukses yang Anda bayangkan. Saya masih dalam tahap belajar, ini sesuai dengan motto blog ini pembelajar sepanjang hayat. Dengan diwisudanya saya dan menjadi sarjana, bukanlah akhir dari proses pembelajaran melainkan langkah awal dari pembelajaran di universitas kehidupan.

Kembali kepada judul tulisan ini, sebaik baik orang gagal adalah ketika mengalami kegagalan, dia pelajari sebab dan akibat kegagalan itu. Istilah kerennya melakukan riset sebab sebab kegagalan dan penanggulangannya agar ke depan tidak mengalami hal yang sama. Dia jadikan kegagalan itu sebagai proses pendidikan baginya. Seburuk buruk orang gagal adalah orang yang terpuruk ketika mengalaminya dan tidak pernah belajar darinya. Kata mentor saya, "justru kegagalan itu penting buat kehidupan Anda, agar terhindar dari sifat sombong, agar selalu mengharap pertolongan Allah dan memperkuat kesabaran, agar Anda dapat belajar darinya". Walaupun saya terbengong bengong karena agak susah mencerna perkataan beliau, saya manggut manggut saja dan berusaha mengerti. Hal ini saya alami sewaktu ikut bimbel sewaktu SMA, dan ternyata saya baru mengerti perkataan beliau itu sekarang, ketika saya mengalami dan menyadarinya. "Hhhmmm.. ternyata kalimat yang aku bingung ketika mendengarnya, ada benarnya juga ya....", batin saya.

Wahai sahabat, saya juga pernah gagal, bahkan sering. Namun tidak saya tuliskan di status YM, Facebook, Twitter, dan blog ini. Sengaja saya ingin menebarkan epos (energi positif) bagi para pembaca status saya. Btw, emang ada ya yang baca??? Paling tidak, saya sendiri yang baca. Untuk bahan sharing saja, "terpaksa" saya ceritakan di blog ini. Sebagai bukti tidak ada manusia yang sempurna. Manusia yang mengalami pasang surut kehidupan, yang mengalami kebahagiaan juga kesedihan, keberhasilan juga kegagalan, keuntungan juga kerugian.

Dimulai dari pengalaman pertama saya sewaktu SMA. Saya sebangku dengan seorang teman namanya fulan (bukan nama sebenarnya... Ton semoga dikau baca hal ini, sorry ya... saya ceritakan kisah ini). Sewaktu masuk SMA, NEM saya jauh lebih tinggi dibanding dengan fulan. Seterusnya, ranking saya dikelaspun lebih bagus darinya.. (Sekali lagi, sorry Ton... ane tahu kok kalo ente orangnya baik). Tapi jangan bicara kalo semangat belajar si fulan, apalagi dikelas tiga, saya kalah jauh. Sementara saya menanggapinya dengan enteng karena saya menganggap toh rangking di kelas saya jauh lebih baik darinya. Tapi apa daya... Ketika pengumuman UMPTN tahun 95, ketika itulah terbayar sudah usaha orang orang yang tangguh. Si fulan namanya ada di koran, sedang saya tidak. Fulan lulus ke Teknik kimia ITB, sedang saya hanya gigit jari. Sampai kali terakhir mencoba, saya tidak lulus juga di ITB. Itu artinya saya harus mengucapkan selamat tinggal kepada Fulan yang sedang berjuang di Bandung sana, dan saya dengan kepala tertunduk pulang kembali ke Jakarta.

Mau tahu pengalaman ke dua? Penasaran kan? (Ge Er mode On). Peristiwa ini terjadi belum lama ini. Saya bermimpi melanjutkan sekolah tapi apa daya, uang tidak ada. Saya cari beasiswa PT di Indonesia. Jarang sekali ada. Sekalinya ada, harus melampirkan surat keterangan tak mampu... Waduh... Berbohong adalah bukan tipe saya. Sebenarnya saya mampu, tapi cukup untuk kebutuhan operasional keluarga (istri dan sementara ini tiga anak). Saya bingung tentang surat keterangan ini, apakah tak mampu itu adalah tak mampu mencukupi kebutuhan operasional keluarga alias fakir miskin? atau mampu untuk menghidupi keluarga tapi tak mampu untuk tambahan biaya kuliah? kalau maksudnya adalah point 2, saya semangat deh buat surat itu agar bisa kuliah lagi.Akhirnya dengan informasi dari teman, mendaftarlah saya di KFUPM (King Fahd University) di Arab sana. Tidak perlu pake surat keterangan tak mampu. Kuliah gratis, dikasih uang pula. Wah nikmatnya. Namun apa daya, lagi lagi karena kurang waktu dan persiapan sampai pada waktu yang ditentukan, saya belum setor score TOEFL IBT dan GMAT. Walhasil, datanglah "surat cinta" dari Admission officernya bahwa saya ditolak untuk masuk pada tahun ajaran ini.

Mau baca lagi pengalaman ke tiga? Kali ini pengalaman bisnis. Ongkos belajarnya menurut saya yang baru merangkak ini sih cukup banyak, sekitar 7,5 juta. Ongkos itu adalah ongkos menjalankan bisnis semi franchise di bidang kuliner. Dengan modal semangat saja, saya langsung action sewa tempat tiga ratus ribu per bulan dan mempekerjakan dua orang. Berapa lama bertahan? cukup singkat, hanya tiga bulan.. Kenapa? karena salah pilih orang. Dia izin menikah, setelah menikah gak balik balik lagi kerja. Yang kedua adalah salah pilih lokasi, ternyata saya salah menilai bahwa ramai lalu lintas mobil adalah bagus. Apa yang terjadi? lalu lintas sih tetap ramai, tapi jarang ada yang mampir ke tempat kami. Tahu kenapa? Karena mobil dan motornya berjalan ngebut, jadi rada malas mengerem dan berhenti untuk sekedar beli makanan. Sempat terpikir iseng, supaya mobil dan motor jalannya lambat dan melihat gerai kami, saya mau bikin polisi tidur saja. Tapi tak sampai hati saya melakukan itu, akhirnya usaha kuliner inipun bubar dengan sukses.

Mau dengar yang keempat? Sudah ah, cukup tiga saja. Kalau diuraikan satu satu, tidak cukup satu atau dua halaman menjabarkannya. Moral of the story: saya hanya manusia biasa yang sedang belajar di universitas kehidupan. Adapun jika saya tulis status "small winning" saya baik itu di blog, facebook, Twitter, dan lain lain, itu dalam rangka menyebarkan epos (energi positif). Syukur syukur dapat menginspirasi para pembaca (catatan: itupun jika ada yang baca)

Wassalam,
Irwin Juliandi Zubir
Tukang Jahit, sedang belajar jadi peternak,
dan mempunyai mimpi menjadi pendidik

Waktu yang tepat untuk berbisnis

Tulisan ini terinspirasi oleh rangkuman peristiwa yang saya alami sejak "bergaul" dengan member komunitas yang saya ikuti, yang pertama adalah komunitas tangandiatas dan yang kedua adalah komunitas pengusaha muslim. Sewaktu menghadiri acara silaturahim nasional Pengusaha Muslim di Pesantren Darul Falah, ciampea, Bogor, saya mengadakan riset kecil kecilan. Dan riset ini bermuara pada kesimpulan bahwa sebagian besar rekan yang berbisnis adalah yang sekarang masih berstatus sebagai pegawai kantoran. Ada juga beberapa yang dari awal "membakar ijazah" alias memulai bisnis semenjak lulus kuliah. Sebagian besar rekan TDA Bogor juga mempunyai status yang sama dengan rekan rekan PM yaitu merintis bisnis selagi berstatus sebagai karyawan. Salahkah hal ini? Ini bukan berkaitan salah atau benar, ini menyangkut pilihan hidup manusia. Jadi bebas bebas saja Anda memilih sebagai karyawan dan mengejar karir setinggi tingginya atau memilih sebagai entrepreneur sejati atau hidup di dua alam tersebut.Saya tidak membahas hal itu, yang saya kupas adalah waktu yang tepat untuk menjadi pengusaha.

Seorang teman yang saya kenal waktu mengikuti kelas greenleaf, baru memulai wirausaha setelah beliau pensiun. Seorang mahasiswa (saya bertemu dengannya di acara silaturahim pengusaha muslim) tingkat awal telah memulai bisnis dengan mempunyai satu counter ayam tulang lunak. Ada yang belasan tahun bekerja sambil merintis bisnis dan setelah stabil omzetnya barulah dia resign dari tempat kerjanya dan menjadi entrepreneur (ini banyak terjadi di komunitas TDA). Betti Alisjahbana memulai bisnis setelah 24 tahun bekerja. Teddy Rachmat menjadi entrepreneur setelah lebih dari 30 tahun menjadi profesional (lihatlah sharing beliau yang inspiratif di sini). Sedang saya sendiri memulai wirausaha setelah tiga tahun sebagai pekerja profesional.

Setidaknya ada empat komunitas yang membuat pilihan hidup saya berubah. Setelah berinteraksi dengan mereka, maka saya memutuskan untuk menjadi full TDA (pengusaha sejati). Pertama adalah komunitas greenleaf, yang mengubah paradigma berpikir saya yang senantiasa nyaman di "comfort zone". Kedua adalah tangandiatas, aktif di komunitas ini melalui mastemind (jakpus dan bogor) memperkuat keinginan saya untuk bertransformasi dari profesional menjadi entrepreneur. Ketiga adalah komunitas pengusaha muslim, banyak manfaat diambil dari sini terutama ilmu syar'i mengenai muamalah dan bisnis disamping ilmu tentang bisnis itu sendiri. Dan yang keempat adalah komunitas pesantren wirausaha yang dikomandani oleh Pak Iqbal. Komunitas komunitas inilah yang senantiasa membuat atmosfer perjuangan wirausaha saya tetap menyala.

Menurut pendapat saya yang awam dan masih belajar ini, memang sebaiknya merintis bisnis dilakukan sewaktu kita masih bekerja. Apa alasannya? Alasannya adalah berdasarkan pengalaman pribadi. Jika bisnis mengalami kerugian, kan masih ada gaji jadinya kita masih bisa mengcover biaya operasional keluarga bulanan. Dari segi pembelajaran, jika kita masih bekerja di kantor yang sudah bagus sistemnya, kita dapat belajar sistem dari hulu ke hilir sehingga kita bisa terapkan di bisnis kita. Dari segi financial, kita juga masih bisa mengumpulkan modal dari gaji yang kita sengaja sisihkan untuk investasi atau bisnis.

Bagaimana dengan Anda? kapan Anda memulai bisnis..

Wassalam,
Irwin Juliandi Zubir si tukang jahit
Alhamdulillah, masih ada kesempatan buat nulis

Kerja keras adalah energi kita

Kerja keras adalah energi kita

Mendengar kata kerja keras, angan saya langsung terbang ke suatu daerah di Belitong sana. Teringat sesosok nama Arai dan Ikal yang bekerja serabutan sambil sekolah untuk meraih mimpinya. Walaupun ini hanya sebuah novel (sang Pemimpi), tapi saya yakin ada manusia pilihan lain yang memiliki petualangan hidup sama dengan mereka yang sama sama mempunyai energi positif. Bayangkan, untuk anak seumurannya dimana sebagian besar sedang terlelap dalam menghirup harumnya bunga mimpi, Ikal dan Arai harus bangun empat jam di awal untuk bekerja untuk kemudian disambung dengan pergi menuntut ilmu di sekolah.

Lain Ikal lain pula Rizqaan (bukan nama sebenarnya, tapi ini kisah nyata). Perjalanan demi perjalanan bisnisnya untuk sebuah perjanjian dengan mertuanya terekam dengan baik pada cerita Sandiwara Langit. Di sana saya menemukan bagaimana kisah heroiknya yang inspiratif dimulai dari penjual roti keliling. Kendala demi kendala dihadapi dengan sabar dan tawakkal sehingga jadilah ia seorang pemilik pabrik roti. Tahap demi tahap jatuh bangunnya kehidupan yang ia jalani bersama istri nan shalihah dapat saya rasakan dengan membaca lembar demi lembar buku tersebut.

Begitu pula dengan kisah negeri 5 menara yang mengurai kehidupan si Alif yang terinspirasi kalimat "man jadda wa jada". Betapa inspiratifnya cerita Alif dan temannya member sahibul menara dipaksa bekerja keras untuk memahami dua bahasa asing sekaligus, begitu juga hukuman demi hukuman yang mereka terima, serta proses belajar mereka yang secara detail tergambar terlebih pada saat menghadapi ujian kelulusan. Dan hasilnya, seperti tersurat pada halaman halaman akhir dapat kita baca pada buku tersebut.

Banyak pelajaran motivasi dan kehidupan yang saya ambil dari buku buku di atas, terutama tentang kerja keras, perjuangan, mengejar impian, menghadapi kegagalan, proses menuju kesuksesan, dan energi positif. Saya rasa, mungkin buku di atas dan juga buku lainnya patut dibaca oleh insan PERTAMINA. Ini dilakukan agar tercipta atmosfir perjuangan sehingga Pertamina dapat bertahan bahkan mengungguli kompetitor yang sudah semakin menancapkan kukunya di Indonesia. Oleh karena itu saya sangat setuju dengan kalimat yang didengungkan akhir akhir ini yaitu kerja keras adalah energi kita. Kalimat ini mempunyai semangat yang sama dengan perjuangan yang diharapkan Pertamina agar menjadi perusahaan yang berkelas dunia (to be a world class national oil company).

Untuk menggapai kesuksesan harus ada harga yang harus dibayar. Kata orang, "tidak ada makan siang yang gratis". Begitu pula dengan perjalanan Pertamina sebagai perusahaan nasional. Ada peristiwa peristiwa yang saya catat terutama kegagalan Pertamina. Saya mengistilahkan hal ini dengan proses pembelajaran.

Proses pembelajaran pertama yang saya ingat adalah mengenai kelangkaan BBM seperti terjadi di awal tahun ini. Berita yang sampai ke telinga saya adalah hal ini diakibatkan oleh keterlambatan distribusi. Apalagi keterlambatan distribusi ini terjadi karena libur panjang. Sebuah alasan yang tidak argumentatif menurut saya.

Proses pembelajaran kedua yang saya catat beberapa tahun lalu, Pertamina gagal memenuhi pasokan gas alam cair ke Jepang dan Korea Selatan sebanyak 3-5 kargo. Menurut berita yang saya baca di salah satu situs internet, penyebabnya adalah penurunan pasokan dari kontraktornya. Mengapa bisa terjadi? Apakah supply chainnya tidak termanage dengan baik? Apakah tidak ada kontraktor alternatif? Banyak pertanyaan dari saya yang orang awam ini.

Proses ketiga yang masih hangat adalah kegagalan Pertamina mendapatkan dua lapangan minyak di Irak. Menurut cerita yang saya dapat, kegagalan terjadi karena Pertamina meminta upah eksplorasi lebih tinggi dibanding kompetitornya ( Lukoil (Rusia) dan Statoil (Norwegia) ). Apakah tidak ada variabel cost yang dapat "dimainkan" sehingga upah eksplorasi bisa diturunkan sedikit saja? Tidak berhasilkah tim competitive intelligent Pertamina untuk mengkalkulasi agar menang tender? Namanya juga orang awam, mungkin pertanyaan pertanyaan itulah yang keluar otomatis dari mulut para pembaca berita ini.

Kata seorang expert, "Orang sukses adalah orang yang belajar dari kegagalan". Artinya, kegagalan (baca: belum berhasil mencapai tujuan) yang dia capai, dia kumpulkan dan dia melakukan riset agar kejadian yang sama tidak terulang lagi, sehingga dia bisa bangkit dengan semangat membara setelah terjatuh di kubangan lumpur kegagalan. Saya yakin dengan semangat baru para insan Pertamina di ulang tahunnya yang ke 52 ini, proses pembelajaran ini menjadikan mereka mempunyai semangat untuk lebih maju. Sebagai BUMN, kalau Pertamina maju sudah barang tentu negara kita lebih maju lagi pastinya.

Review tentang Pertamina ini tidaklah bijaksana jikalau prestasi membanggakan tidak dituliskan pada kesempatan sama. Saya yakin melalui proses pembelajaran ini, Pertamina di tahun ini dapat melampaui target produksinya. Menurut ulasan di situs web yang saya ingat adalah perolehan produksi rata-rata PT Pertamina EP periode Januari-November 2009 mencapai 126.686 barel per hari (baca: 1.186 barel per hari lebih tinggi dari target). Hasil ini didapat karena perbaikan terus menerus di bidang sistem eksploitasi.

Torehan prestasi kedua adalah Pertamina berhasil menjual avturnya ke Shell. Mengapa ini bisa disebut prestasi? Jawabannya adalah karena Shell menguasai 52% pasar aviasi dunia. Dan banyak lagi torehan lainnya yang tidak bisa saya sebut satu persatu di media ini.

Saya berharap dengan menulis review mengenai hal "negatif" dan "positif" dari Pertamina menjelang diberlakukannya free trade area ini, seluruh insan Pertamina dapat terpacu bekerja smart dan keras serta mempunyai energi yang kuat dan positif untuk mencapai apa yang diimpikan yaitu "to be a world class national oil company".

Wassalam,
Irwin Juliandi Zubir
Salam Kerja keras adalah Energi kita

Baru daftar Pertamina Blog Contest

Alhamdulillah, sore ini baru mendaftar Pertamina Blog Contest . Saya tertarik untuk mendaftarkan blog ini setelah ada info dari rekan di milis pengusahamuslim.com

Rekan rekan, kalau anda punya blog dan artikel anda sudah melebihi 20 artikel, coba saja daftar. Setelah mendaftar, anda diminta untuk membuat artikel mengenai review dan harapan blogger terhadap Pertamina atau produk Pertamina lainnya.

Kriteria penilaian, selain isi dari artikel yang dinilai adalah optimalisasi kata kunci, yaitu : kerja keras adalah energi kita.

Pokoknya keterangan lengkap silakan lihat di webnya. Ayo, daftar dan tulis review dan harapan anda terhadap produk Pertamina. Siapa tahu bisa mendapatkan hadiah yang diberikan. Semoga sukses ya, saya sendiri lagi memulai perjalanan untuk menulis review untuk di submit ke panitia.

Let's the journey Begin... Ayo kerja keras!! Man Jadda wa Jada!!

Wassalam,
Irwin Juliandi Zubir
[yang sedang mengumpulkan energi]


Mimpi di tahun 2010

"Orang seperti kita hanya punya mimpi".. "Berhenti bermimpi merupakan tragedi terbesar seorang anak manusia".. Itulah tusukan kata motivasi Arai yang dihunjamkan kepada Ikal, yang membuatnya bersemangat lagi mengejar mimpi. "Berkelanalah kau untuk menemukan mozaik kehidupanmu", petuah pak Balia kepada muridnya. Wejangan itu membuat Ikal dan Arai mempunyai cita cita sama, menimba ilmu di Sorbonne, Prancis. Dan demi mengumpulkan mozaiknya mereka bertahan bangun jam dua pagi langsung bekerja sebagai tukang panggul selama tiga tahun dan dilanjutkan dengan berkelana ke Pulau Jawa bekerja serabutan, yang di akhir ceritanya cukup mengharukan ini mereka sama sama mendapat beasiswa untuk kuliah di sana. Kisah heroik ini dapat Anda baca pada tulisan Andrea Hirata yang berjudul Sang Pemimpi.

Seperti mimpi juga akhirnya saya bisa beribadah di masjid Nabawi. Suatu hari setelah shalat berjama'ah di masjid Nabawi saya melintasi pasar yang merupakan jalan menuju hotel tempat saya menginap. Pasar yang hidup, ribuan jamaah dari segala penjuru dunia tumpah ruah berjalan melewati pasar. Banyak sekali transaksi, orang Indonesia yang terkenal doyan berbelanja nampak dihadapan saya memborong abaya dan gamis. Dan bermimpi itulah yang saya lakukan ketika mengelilingi pasar di seputaran Masjid Nabawi.

Cita cita saya melambung tinggi, menjadi supplier abaya dan gamis untuk pasar madinah dan makkah adalah impian saya sejak detik itu. "Nikmatnya jika produk kita dibeli dan dipakai oleh manusia dari berbagai penjuru negara", mimpi saya. Oleh Rasul sang Tauladan kita dilarang untuk berpanjang angan angan. Untuk terhindar dari panjang angan angan, saya mulai mengejar mimpi saya, cita cita saya. Yaitu dengan memendam dulu hasrat memproduksi abaya dan gamis, dan memperbaiki sistem bisnis yang sekarang saya lakoni agar bisa membuat bisnis baru.

Nampaknya di akhir tahun 2009 ini, bisnis yang sekarang saya usahakan bersama istri sudah bisa saya tinggal sedikit demi sedikit. Impian yang selama ini terpendam, mulai muncul ke permukaan. Munculnya ini dipacu oleh seorang teman yang ingin berjualan abaya dan gamis dan ingin memasarkan produknya ke kalangan komunitas. Insting petualang saya semakin memperkuat aksi saya untuk menyediakan produk yang diminta. Akhirnya pekan ini, produk sample Insya Allah akan selesai untuk kemudian menunggu feedback dari teman untuk perbaikan. Dan sinar mimpi itu mulai terang kembali seterang sinar matahari pagi yang membakar bumi, setelah gelap dikubur dalam pendam.

Tiga tahun lalu, kami bermimpi sangat indah. Produk baju renang berbahan spandex yang menutup aurat yang kami hasilkan tersebar tidak hanya di Pulau Jawa, melainkan di luar Pulau Jawa bahkan luar Indonesia. Seiring dengan perjalanan waktu, saya dan istri dapat bernapas lega setelah cita cita itu menjadi nyata, dimulai dari Malaysia, meluncurlah produk itu ke benua Eropa dan benua Amerika. Sungguh sangat membahagiakan melihat produk hasil kami dipakai oleh manusia berbagai umur di berbagai tempat di dunia.

Sekarang mimpi itupun meletup lagi, dengan cita yang sama, kami berharap produk yang kami hasilkan nantinya akan sampai ke pasar yang sangat hidup sepanjang waktu dimana jutaan manusia dari penjuru dunia datang, pasar makkah dan madinah. Bagaimana perjalanan selanjutnya? Wallahu a'lam, hanya Allah yang tahu. Let's the journey begins!!!

Tua di jalan

Tahukah Anda berapa lama waktu yang dihabiskan dalam perjalanan? Itulah pertanyaan yang disampaikan Mr. x (bukan nama sebenarnya) disela sela percakapan pada suatu acara pertemuan. Beberapa pekan ini, pertanyaan itu kembali menggaung di telinga dan semakin kuat akibat semakin lamanya waktu tempuh antara Bogor-Jakarta dan sebaliknya.

Saya coba hitung secara kasar. Jam 5:35 start dari pagar rumah menuju tempat bus jemputan. Bus jemputan berangkat jam 5:50, sampai kantor jam 7:50. Kalo hitungan matematis sederhananya jika dibuat persamaan adalah 7:50 dikurang 5:35, jadi lama perjalanan berangkat ke kantor adalah sekitar dua jam. Setengah jam lebih lama dibanding ketika sebelum lebaran tahun 2009.

Dengan cara yang sama saya hitung lama perjalanan pulang. Jam 5:15 dari kantor, istirahat di sentul untuk maghrib kira kira lima belas menit, dan sampai rumah jam 6:50. Jadi lama perjalanan pulang kurang lebih satu jam lebih tiga puluh lima menit. Total untuk perjalanan pulang pergi kurang lebih hampir empat jam.

Jam kerja adalah pukul 8 pagi sampai pukul 5 sore. Waktu untuk bekerja secara profesional berarti 9 jam (termasuk istirahat dan shalat selama satu jam). Berarti waktu saya di luar rumah di hari kerja adalah 9 ditambah 4 sama dengan 13 jam. Waktu di jalan adalah 4 per 13 sama dengan 31% dari waktu saya di luar rumah di hari kerja. Wow, begitu borosnya waktu saya habiskan di jalan. Tak salah saya memberi judul tulisan ini tua di jalan.

Jika sehari berjumlah 24 jam, maka di hari kerja waktu saya di rumah adalah 24 dikurang 13 sama dengan 11 jam. Nah, waktu yang 11 jam ini, delapan jam saya habiskan untuk tidur. Sehingga waktu untuk non tidur adalah 11 dikurang 8 sama dengan 3 jam. Kalau 3 jam tersebut dipakai untuk bercengkrama dengan keluarga dengan anggota lengkap sih lumayanlah. Tapi sayangnya sering tidak lengkap, kadang anak anak sudah tidur, tinggal umminya saja. Di kali lain, anak anaknya masih ceria, giliran umminya sudah kecapean dan ingin berbaring. Jadinya waktu yang tersisa dengan bercengkrama dengan keluarga tidak optimal.

Hal di atas diasumsikan bahwa saya pulang on time alias tepat waktu. Bagaimana kalau "terpaksa" lembur? Wah, tidak bisa dibayangkan deh. Tujuan kita mencari nafkah yang utama kan untuk memberi kebahagiaan kepada anak dan istri. Kebahagiaan tidak hanya harta, tapi kasih sayang, waktu untuk bersama, mendidik, dan lain sebagainya. Bagaimana kalau kita banyak lemburnya? Berarti tidak tercapai dong tujuan utama kita kerja mencari nafkah alias tidak bisa memberi kebahagiaan kepada anak dan istri seperti yang saya contohkan di atas. Waktu untuk bersama hampir tidak ada, apalagi mendidik langsung ke anak anak, sekedar ngobrol, mendengar curhatnya dengan empati, dan lain sebagainya. Tidak ada gunanya kita memberikan uang (dengan hasil lembur terus terusan) yang banyak kepada mereka kalau hal hal sebelumnya tidak bisa kita berikan.

Setelah merenung sedalam dalamnya akhirnya saya menemukan benang merahnya. Hhmmmhh... atas dasar itulah (salah satunya) saya mempunyai mimpi untuk bekerja di rumah. Yup, menghasilkan uang tapi dengan bekerja di rumah. Apakah dengan kejadian ini membuat saya mempercepat proses pensiun muda? hhhmmmmhh.. Wallahu a'lam.. Hanya Allah yang Tahu... Yang jelas saya sedang berproses menuju ke sana.

Wassalam,
Irwin Juliandi Zubir

Permainan bisnis

Permainan bisnis

Maksudnya apa? bisnis kok permainan?, mungkin Anda bertanya tanya dalam hati akan judul blog kali ini. Oleh karena berkaitan dengan anak, dan dunia anak adalah dunia permainan, serta anak anak secara langsung terlibat dalam bisnis kami, maka judulnya yang mewakili adalah permainan bisnis. Mudah mudahan Anda tidak bingung ya :-)

Dalam dunia pendidikan, seharusnya kita tidak memaksa belajar anak anak kita. Oleh karena itu kita harus berkewajiban menciptakan atmosfir kesenangan sehingga anak belajar dengan semangat. Begitu pula dengan anak kami. Saya dan umminya tidak memaksa anak anak kami belajar bisnis. Akan tetapi setiap kali ada tamu yang melakukan transaksi bisnis dengan kami, hampir dipastikan mereka ada di dalamnya. Mulai dari sekedar memperhatikan gerak gerik dan tingkah laku saya dan tamu (kalau tamu itu pertama kali ditemui), membantu mengambilkan barang yang terletak di lemari bawah tangga, sampai menghitung harga dan sibuk sendiri dengan kalkulatornya dan menulis sesuatu di nota pembelian yang memang kami cadangkan dan diperuntukkan buat mereka.

Suatu kali, nota di atas saya lihat dengan seksama. Dan.... saya kaget bukan kepalang. Subhanallah, ini anak sudah mengerti rupanya. Tata cara dan aturan menulis nota sudah lancar dan betul rupanya. Saya lihat dihalaman pertama, si Afra menulis pembelinya adalah Tata (tak lain adalah nama umminya). Tulisan tanggal pembelianpun tidak ada salah sedikitpun. Yang tidak kalah mengagetkan, dia tulis jumlah barang, harga, dan total dengan benar. Dengan iseng saya cek dengan kemampuan mencongak saya, eh... ternyata total pembelian betul seharga yang dia tulis. Terus, yang tidak kalah lucunya, tanda tangannya itu loh... Tanda tangan umminya yang dia tiru, tapi dengan versi dia.. Benar benar, nota yang sempurna.

Lalu, saya balik ke halaman berikutnya.. Saya lihat nama pembelinya, hmmm.. Ada nama temannya, nama kakeknya, dan nama nama lainnya.. Saya menggeleng geleng takjub, sambil berucap Alhamdulillah serta berdo'a semoga beliau dilancarkan jadi pengusaha. Ternyata setelah saya investigasi, melalui umminya, Afra sudah bisa menggunakan kalkulator. Hhmm, saya berpikir, pantas saja sub total dan total pembelian di nota yang Afra tulis, jumlahnya benar. Bahkan penjumlahan ribuan dengan mencongak, beliau sudah saya tes dan Afra dengan baik menjawabnya. Contoh: "Afra, berapa dua ribu ditambah empat ribu?", Beliau menjawab dengan tangkas dan jenaka "Enam Ribu!!"..

Permainan selanjutnya adalah ketika kami mengepak barang untuk mengirimnya ke sebuah agen di luar pulau jawa. Tanpa paksaan beliau dengan senang hati membaca cek list, lalu menghitung jumlah barang apakah sudah benar atau belum. Sebenarnya kami sudah mengecek, tapi kami tidak kuasa menolak teriakan beliau,"Kakak mau bantu Ummi!!!". Saya perhatikan saja dengan gaya detektif. Dengan lincahnya dia membaca cek list," ukuran S, jumlahnya tiga". Lalu dengan segera dia melonjak ke tumpukan barang yang akan dimasukkan ke karung dan menghitung,"satu... dua.. tiga.." Setelah itu, dia berteriak, "Ini sudah benar Ummi...". Tangan sang Ummipun dengan lincah menghampiri barang yang diberikan dari tangan mungil Afra yang berisi tiga buah baju renang muslimah ukuran S. Serta merta, barang itupun masuk ke dalam karung. Begitulah proses demi proses saya perhatikan, sampai pada akhirnya semua pesanan barang telah masuk ke dalam karung untuk kemudian di packing dan dikirim via pengiriman luar kota.

Senangnya menikmati permainan bisnis ini bersama anak. Sedari dini (Afra berusia lima tahun), dia sudah terlibat dalam proses bisnis yang kami lakukan. Mudah mudahan kegiatan ini mengasah kemampuan dan life skill nya. Coba saja perhatikan melalui permainan ini, skill yang dia pelajari ternyata banyak. Mulai dari membaca, menghitung, bersosialisasi dengan orang lain, belajar berkomunikasi dengan orang lain, melatih sensorik dan motorik (misalnya dengan "menggotong bahan yang akan dijahit", dan aktifitas lainnya), dan lain lain. Iseng iseng saya tanya, "Afra cita citanya apa?". Dengan antusias Afra menjawab," mau jadi dokter hewan, mau jadi pengusaha dan pedagang".. Mendengar jawabannya, mulut saya jadi mengembang lima centi ke kanan, dan lima centi ke kiri alias tersenyum... Aamiin... nak, semoga engkau sukses di dunia dan di akhirat..

Wassalam,
Irwin Juliandi Zubir
Tukang jahit

Hijrah: Resolusi di tahun 2010

Yup, hijrah disini adalah bukan hijrah dalam arti fisik namun hijrah mental, hijrah perilaku, hijrah spirit. Intinya adalah hijrah kepada kehidupan yang lebih baik yang detailnya saya sendiri yang tahu.

Oleh karena itu, syair nasihat yang saya copas dari buku negeri 5 menara sepertinya cocok untuk menguatkan resolusi di tahun 2010.

Ini dia nasehatnya:

Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang

Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan
Berlelah lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang

Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, kan keruh menggenang

Singa jika tak tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa
Anak panah jika tidak tinggalkan busur tak akan kena sasaran

Jika matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam
Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang

Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang
Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa , jika di dalam hutan

Ingin berbisnis? Ubah intrepretasi Anda

Berbisnis itu harus bermodal besar untuk menyewa kantor, membayar gaji puluhan karyawan, dengan sistem marketing yang canggih sehingga terjangkau ke seluruh pelosok. Kalau mau punya bisnis harus punya kenalan orang penting, sehingga bisa menjadi referensi dan menang tender. Dan banyak lagi asumsi asumsi dasar yang telah tertanam dalam benak sebagian besar dari kita.

Kenyataan itu membuat orang yang baru memulai bisnis berpikir tujuh keliling. Apalagi lingkungan sekitar yang tidak mendukung. Jadinya mimpi untuk berwirausaha tinggal angan angan belaka. Padahal Indonesia memerlukan banyak sekali pengusaha untuk memajukan perekonomiannya. Jika sebagian besar orang mempunyai intrepretasi yang sama, cita cita kita untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur akan sulit terlaksana.

Sekarang saya mencoba untuk memahamkan pengertian baru. Pengusaha adalah seorang yang membantu mengusahakan barang maupun jasa kepada orang lain yang membutuhkan. Orang lain itu bisa saudara kita atau tetangga kita atau orang yang belum kita kenal sebelumnya. Barang maupun jasa juga beragam, bisa kebutuhan sehari hari seperti makanan atau kebutuhan yang kompleks dan berteknologi tinggi.

Contohnya, tetangga Anda pasti setiap hari membutuhkan nasi untuk makan lengkap dengan sayuran, daging, telur, dan lain lain. Mengapa Anda tidak coba mengatakan kepada tetangga Anda, "Pak tidak perlu repot repot belanja ke luar dan macet, saya bisa supply daging dan telur Anda sehingga Bapak dengan mudah mendapatkannya". Contoh lain lagi, di kompleks yang berisi mayoritas keluarga muda. Umumnya tiap pekan mereka rekreasi misalnya berenang (karena semakin banyaknya water play atau kolam renang keluarga). Bisa dicoba dengan mengatakan,"Bu sudah punya baju renang muslim atau baju renang muslimah nya yang baru? Ibu tidak usah kesulitan membelinya sebab saya bisa menyediakan dan mengantarkannya ke rumah Ibu.

Intinya persepsinya diubah menjadi "membantu menyediakan kebutuhan" orang lain di sekitar kita. Jika kita melayani mereka dengan baik, tunggulah saja efek WoM atau dari mulut ke mulut sehingga produk Anda dibutuhkan orang banyak. OK, supaya saya tidak dibilang teori saja. Saya menceritakan bagaimana usaha saya yang baru saya lakoni.

Pertama adalah tujuannya, yaitu saya ingin membantu menyediakan kepada tetangga dan teman saya majalah yang bertema wirausaha. Nah dengan niat membantu mereka inilah saya mencoba menjadi agen majalah Pengusaha Muslim di Bogor. Modalnya juga tidak banyak, cukup memesan minimal 10 eksemplar dan bayar ketika edisi berikutnya datang. Kedua adalah komunikasi, kalau orang terdekat saya cukup berbicara kepada mereka secara lisan, saya ada majalah baru bernama Pengusaha Muslim, kalo ingin membaca dan berlangganan, saya bisa menyediakan kepada Anda. Di dalam tahap komunikasi ini, saya juga memanfaatkan social media networking seperti twitter dan facebook. Hasilnya, Alhamdulillah sudah tiga orang yang memesan majalah ini (bahkan majalahnya baru sampai di rumah saya). Ketiga adalah service, saya mengizinkan orang membuka cover majalahnya untuk melihat lihat dulu. Saya "korbankan" satu majalah untuk sample.

Kalo, dimulai dari langkah kecil ini mudah bukan? Bukan tidak mungkin nantinya usaha kita akan membesar jika kita konsisten dan ulet. Permasalahannya disini, banyak orang menginginkan hasil yang instan dan serba cepat. Sehingga kalau usahanya belum untung, bahkan merugi, mereka dengan cepat mengeluh dan berhenti berusaha. Atau bahkan ada yang karena ingin cepat kaya, menghalalkan segala cara dan bertindak negatif yang penting untung besar.

Oleh karena itu, disamping kita harus menguasai ilmu bisnis, kita juga harus menimba ilmu syar'i terutama di bidang muamalah dan perdagangan. Salah satunya dengan membaca majalah pengusaha muslim ini. Menuntut ilmu syar'i ini harus kita lakoni supaya kita selamat dunia dan akhirat, sukses di dunia dan di akhirat. Jadi tidak ada kata susah untuk memulai bisnis, mari kita coba!!

Wassalam,
Irwin Juliandi Zubir
Menyediakan baju renang muslimah untuk Anda
Menyediakan Majalah Pengusaha Muslim untuk Anda di Bogor

Koin emas : Belajar dari kasus Century

Saya baca dari tweet-nya teman teman bahwa telah terjadi sanering won. Won adalah mata uang dari Korea Utara. Sanering maksudnya adalah memotong nilai dari uang, misalnya dari yang semula bernilai 100 won, nilainya menjadi 1 won. Saya juga pernah baca Rupiah juga pernah mengalami sanering di tahun 1965.

Kasus terakhir yang menghebohkan juga terjadi di ranah perbankan, tepatnya di bank Century. Betapa mudahnya uang lenyap begitu saja, tapi yang bikin saya bingung (karena saya orang awam di bidang ini), kan ada lembaga penjaminan Bank. Kenapa para nasabah masih demo untuk pengembalian uang mereka?

Dari kasus sanering uang kertas dan kasus bank Century, kita seharusnya dapat belajar banyak agar kedepannya kita tidak melakukan hal hal yang berakibat negatif terutama hal yang berkaitan dengan finansial. Alhamdulillah, sejak kenal dengan Dudi Iskandar (Mastermind TDA JAKPUS), saya sedikit banyak tahu akan benda yang mempunyai nilai intrinsik dan mempunyai sifat store of value. Apalagi kalau bukan koin emas dari geraidinar. Emas yang berbentuk koin yang mempunyai spesifikasi 4,25 gram dan 22 karat.

Terlebih beberapa kali sudah mengunjungi geraidinar di depok bertemu dengan pak Iqbal Muhaimin selaku coach di pesantren wirausaha. Semakin terbuka wawasan akan pentingnya mempunyai asset berupa emas. Jika pembaca ingin mengetahui lebih detail mengenai pentingnya mempunyai asset yang mempunyai nilai intrinsik itu, silakan baca di geraidinar.com

Jika mempunyai uang berlebih, ada baiknya tidak semuanya kita tabung dalam bentuk uang kertas di BANK. Tabunglah dalam bentuk komoditas, kalau pandai berdagang, beli stok dagangan, putarlah uang itu di sektor real. Atau kalau pandai beternak, tabunglah dalam bentuk kambing, sapi, atau yang lainnya, ternaklah hewan hewan itu dengan baik, sehingga uang juga berputar di sektor real. Atau kalau belum punya kesempatan berwirausaha, tabunglah dalam bentuk emas, sebab koin emas mempunyai nilai intrinsik dan bersifat store of value. Lihat saja, kalau dibandingkan dengan rupiah. Dulu harga emas per gram hanya di bawah 100 ribuan, sekarang sudah mencapai 300 ribuan.

Oleh karena itu, selain menyimpan uang di bank secukupnya. Saya lebih senang menabung uang dalam bentuk komoditas dagangan melalui wirausaha. Sekarang saya sedang menekuni bidang produksi baju renang muslimah , sekarang sedang belajar merambah ke produksi gamis atau abaya, dan Alhamdulillah saya juga menabung uang saya dalam bentuk usaha di bidang agen majalah pengusaha muslim. Mudah mudahan uang yang saya tabung ini berputar dengan lancar di sektor real ini. Aamiin...

Wassalam,
Irwin Juliandi Zubir
twitter: irwinjz