Pages

Tua di jalan

Tahukah Anda berapa lama waktu yang dihabiskan dalam perjalanan? Itulah pertanyaan yang disampaikan Mr. x (bukan nama sebenarnya) disela sela percakapan pada suatu acara pertemuan. Beberapa pekan ini, pertanyaan itu kembali menggaung di telinga dan semakin kuat akibat semakin lamanya waktu tempuh antara Bogor-Jakarta dan sebaliknya.

Saya coba hitung secara kasar. Jam 5:35 start dari pagar rumah menuju tempat bus jemputan. Bus jemputan berangkat jam 5:50, sampai kantor jam 7:50. Kalo hitungan matematis sederhananya jika dibuat persamaan adalah 7:50 dikurang 5:35, jadi lama perjalanan berangkat ke kantor adalah sekitar dua jam. Setengah jam lebih lama dibanding ketika sebelum lebaran tahun 2009.

Dengan cara yang sama saya hitung lama perjalanan pulang. Jam 5:15 dari kantor, istirahat di sentul untuk maghrib kira kira lima belas menit, dan sampai rumah jam 6:50. Jadi lama perjalanan pulang kurang lebih satu jam lebih tiga puluh lima menit. Total untuk perjalanan pulang pergi kurang lebih hampir empat jam.

Jam kerja adalah pukul 8 pagi sampai pukul 5 sore. Waktu untuk bekerja secara profesional berarti 9 jam (termasuk istirahat dan shalat selama satu jam). Berarti waktu saya di luar rumah di hari kerja adalah 9 ditambah 4 sama dengan 13 jam. Waktu di jalan adalah 4 per 13 sama dengan 31% dari waktu saya di luar rumah di hari kerja. Wow, begitu borosnya waktu saya habiskan di jalan. Tak salah saya memberi judul tulisan ini tua di jalan.

Jika sehari berjumlah 24 jam, maka di hari kerja waktu saya di rumah adalah 24 dikurang 13 sama dengan 11 jam. Nah, waktu yang 11 jam ini, delapan jam saya habiskan untuk tidur. Sehingga waktu untuk non tidur adalah 11 dikurang 8 sama dengan 3 jam. Kalau 3 jam tersebut dipakai untuk bercengkrama dengan keluarga dengan anggota lengkap sih lumayanlah. Tapi sayangnya sering tidak lengkap, kadang anak anak sudah tidur, tinggal umminya saja. Di kali lain, anak anaknya masih ceria, giliran umminya sudah kecapean dan ingin berbaring. Jadinya waktu yang tersisa dengan bercengkrama dengan keluarga tidak optimal.

Hal di atas diasumsikan bahwa saya pulang on time alias tepat waktu. Bagaimana kalau "terpaksa" lembur? Wah, tidak bisa dibayangkan deh. Tujuan kita mencari nafkah yang utama kan untuk memberi kebahagiaan kepada anak dan istri. Kebahagiaan tidak hanya harta, tapi kasih sayang, waktu untuk bersama, mendidik, dan lain sebagainya. Bagaimana kalau kita banyak lemburnya? Berarti tidak tercapai dong tujuan utama kita kerja mencari nafkah alias tidak bisa memberi kebahagiaan kepada anak dan istri seperti yang saya contohkan di atas. Waktu untuk bersama hampir tidak ada, apalagi mendidik langsung ke anak anak, sekedar ngobrol, mendengar curhatnya dengan empati, dan lain sebagainya. Tidak ada gunanya kita memberikan uang (dengan hasil lembur terus terusan) yang banyak kepada mereka kalau hal hal sebelumnya tidak bisa kita berikan.

Setelah merenung sedalam dalamnya akhirnya saya menemukan benang merahnya. Hhmmmhh... atas dasar itulah (salah satunya) saya mempunyai mimpi untuk bekerja di rumah. Yup, menghasilkan uang tapi dengan bekerja di rumah. Apakah dengan kejadian ini membuat saya mempercepat proses pensiun muda? hhhmmmmhh.. Wallahu a'lam.. Hanya Allah yang Tahu... Yang jelas saya sedang berproses menuju ke sana.

Wassalam,
Irwin Juliandi Zubir

0 comments: