Satu kata yang sering kali saya dengar dari public speaker,
terutama sewaktu masih aktif di komunitas wirausaha, adalah motivasi. Semakin
banyak orang yang membutuhkannya, sehingga hal ini membuka profesi baru, yaitu
motivator. Banyak di Indonesia yang bergelar great motivator, great inspirator,
dan gelar gelar lainnya. Sebenarnya sebagai orang tua, saya juga harus menjadi inspirator
dan motivator bagi anak anak.
Saya sedang dalam tahap belajar, sekaligus mempraktekkan apa
yang dipelajari. Agar best practice ini tidak mudah lupa di dalam benak saya,
maka seperti biasa, akan saya tuliskan disini. Akan tetapi sebelum mengupas
tentang best practice dalam memberi motivasi ke anak, saya jelaskan dulu
motivasi itu.
Saya bukan seorang psikolog, jadi yang saya pahami dengan
sederhana, motivasi itu adalah energi yang mendorong tingkah laku seseorang.
Datangnya energi itu bisa dari internal
(diri sendiri) atau bisa dari eksternal (dari orang tua, teman, suami, seorang
motivator, kejadian, dan lain lain). Menurut para ahli, yang paling bagus dan
bertahan lama adalah motivasi dari dalam diri sendiri.
Cara simple menurut saya agar anak termotivasi adalah dengan
melakukan tiga cara di bawah (notes: tentunya tidak dibatasi dengan 3 cara
ini):
1.
Informasikan tujuan dengan
sejelas jelasnya.
Misalnya memberikan informasi dengan detail
mengenai tujuan dari belajar dan menghapal Alqur’an. Mulai dari tujuan yang bersifat general,
seperti agar dapat membaca Alqur’an, mendapatkan pahala, dapat mengajarkan
orang lain seperti adik dan teman temannya, dan seterusnya.
2.
Memberikan ganjaran.
Mengenai ganjaran ini, ada yang bersifat
tangible dan intangible. Untuk anak
anak, menurut para ahli, boleh memberikan ganjaran bersifat tangible. Akan
tetapi tetap dilatih untuk memberikan ganjaran yang bersifat tangible secara
perlahan. Misalnya: jika hapal juz 30, akan dibelikan sepeda. Secara bertahap
tanamkan ganjaran yang bersifat intangible dan abadi, seperti akan masuk surga
dengan tingkatan sampai ayat terakhir yang di baca, akan mendapat pahala, dan
seterusnya.
3.
Memberikan kesempatan untuk
sukses.
Adakalanya setelah mencoba sesuatu, sang anak
tidak langsung mendapat hasil yang dia harapkan. Pada tahap ini, janganlah
langsung mencap anak sebagai “si gagal”. Berikan kesempatan kepadanya. Tanamkan
dibenaknya bahwa banyak jalan menuju sukses, coba cari cara lain, dorong terus
agar tidak diam ditempat. Mungkin saja si anak terlihat murung, dengar “curhat”
dia, bersikaplah empati. Setelah itu kita bisa mengembangkan kepercayaan
dirinya melalui kisah kisah para sahabat nabi dahulu yang sukses.
Tiga cara di atas, tidak akan lengkap, jika kita tidak
berdoa untuk kebaikan anak. OK, setelah
mengetahui ilmunya, saya ajak diri saya sendiri dan anda untuk menerapkan tiga
hal di atas. Semoga kita bisa mengaplikasikan ilmu ini dikeseharian.